Minggu, 12 Oktober 2008

Sel Surya


Sel Surya Buatan Dalam Negeri Justru Dipesan Luar Negeri

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Potensi energi terbarukan di Indonesia belum banyak dimanfaatkan untuk menjawab krisis minyak bumi (bahan bakar fosil). Salah satu potensi adalah sel surya dari tenaga matahari sebagai pembangkit listrik, seperti ditemui di Pantai Parang Rucuk, Tanjungsari, Gunung Kidul, DIY, Rabu (7/5). Sepasang panel menghasilkan 80 watt. Panel surya ini dipasang sejak 2005.
/
Jumat, 10 Oktober 2008 17:01 WIB
JAKARTA, JUMAT - Sel surya dari industri dalam negeri yang sedang dirancang Wilson Walery Wenas dari Institut Teknologi Bandung, dengan investor Bakrie Power dan investor dari Amerika Serikat, justru sudah dipesan pembeli dari luar negeri.
Pemesanan sebesar 10 megawatt (MW) datang dari Spanyol dan harus bisa dipenuhi Mei 2009. Sementara itu, pemesanan dari konsumen dalam negeri sama sekali belum ada, padahal kapasitas produksinya 90 MW per tahun.

Wilson ketika dihubungi Kompas dari Jakarta, Kamis (9/10), mengatakan, lokasi industri sel surya yang masih tahap persiapan itu berada di Cikarang, Jawa Barat, dengan nama perusahaan Nano-PV. Jenis sel surya yang akan diproduksi berupa sel surya generasi kedua, yaitu sel surya thin film (lapisan tipis) dari hasil temuan Wilson yang kini sudah dipatenkan.
"Teknologi yang saya temukan itu nanti akan digabungkan dengan teknologi dari Amerika Serikat," kata Wilson.

Termurah di dunia

Harga komersial sel surya yang diharapkan, menurut Wilson, bisa mencapai 0,8-0,9 dollar AS per watt. "Harga demikian akan menjadikan sel surya Nano-PV menjadi yang termurah di dunia," kata Wilson.

Beberapa waktu sebelumnya, Menteri Negara Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman mengatakan, industri sel surya memiliki produk akhir yang ramah lingkungan. Akan tetapi, pada proses pembuatannya harus dicermati karena tergolong tidak ramah lingkungan.

Menanggapi persoalan ini, Wilson mengatakan, pembuatan sel surya pada generasi pertama diakui memang tidak ramah lingkungan. Penggunaan logam berat merkuri masih dominan.
"Namun, tidak demikian halnya untuk produksi sel surya generasi kedua yang tidak mengandalkan penggunaan logam berat merkuri," kata Wilson menjelaskan.
Menurut Direktur Pusat Teknologi Konversi dan Konservasi Energi pada Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Arya Rezavidi, kebutuhan dalam negeri terhadap sel surya sebetulnya cukup tinggi. Pada tahun 2025, pemerintah menargetkan pemanfaatan energi yang berasal dari sel surya mencapai 800 megawatt. Padahal, kapasitas terpasang saat ini baru mencapai 10 megawatt.

Dengan target yang cukup ambisius tersebut, menurut Arya, semestinya setiap tahun pemerintah menargetkan penginstalan sel surya dengan kapasitas 40 megawatt. Namun, target ini belum tercapai. (NAW)
Sumber Kompas, Jumat, 10 Oktober 2008 17:01 WIB