Rabu, 08 Oktober 2008

Imam Ghozali, Pemuda Pelopor Terbaik Jawa Timur 2008 Bidang TTG

Dipicu Keprihatinan terhadap Kelangkaan Pupuk Berawal dari keprihatinannya terhadap kelangkaan pupuk yang terus meresahkan petani, Imam Ghozali, warga Desa Banjarejo, Kecamatan Kedungpring, terpilih sebagai pemuda pelopor terbaik tingkat Jawa Timur tahun ini di bidang teknologi tepat guna (TTG).B. FEBRIANTO, Lamongan ----------------------------------
Sukses yang diraih Imam Ghozali berawal dari keseriusannya memperkenalkan teknologi pembuatan pupuk organik yang mudah dan murah, kepada petani. Teknologi ini berupa penggunaan rumen (bagian dalam lambung) kambing untuk pembiakan bakteri pengurai limbah pertanian yang bisa dipakai sebagai pupuk organik. Agar semakin produktif, bahan tersebut ditambah batang pohon pisang dengan media pembiakan berupa air gula, terasi, air kelapa, dan sekam (kulit padi).
Selanjutnya .......

Presiden Bertemu Sultan HB X

Presiden Bertemu Sultan HB X
Keppres Perpanjangan Jabatan HB X Ditandatangani



KOMPAS/ALIF ICHWAN / Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (7/10), menerima Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X dan Wakil Gubernur Paku Alam IX (kiri). Pertemuan ini, antara lain, membahas perpanjangan masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY yang akan berakhir 9 Oktober 2008 serta Rancangan Undang-Undang Keistimewaan DIY. Rabu, 8 Oktober 2008 03:00 WIB


Jakarta, Kompas - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menandatangani surat keputusan presiden berisi perpanjangan masa jabatan Sultan Hamengku Buwono X sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta selama maksimal tiga tahun.

Dalam surat keputusan presiden (keppres) itu disebutkan Sultan Hamengku Buwono (HB) X sebagai Gubernur dan Paku Alam IX sebagai Wakil Gubernur DIY. Keppres akan diserahkan kepada HB X melalui Menteri Dalam Negeri Mardiyanto di kantor Departemen Dalam Negeri, Jakarta, Rabu (7/10).

Sebelum keppres perpanjangan masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY itu ditandatangani, Presiden memanggil HB X dan Paku Alam IX ke Kantor Presiden, Jakarta, Selasa. ”Waktu yang ditentukan untuk perpanjangan ini adalah paling lama tiga tahun,” ujar Mardiyanto seusai pertemuan.

Waktu tiga tahun ditetapkan untuk rentang waktu penyusunan dan sosialisasi Undang-Undang (UU) Keistimewaan Yogyakarta. Terhadap keppres itu, HB X menyatakan kesediaannya. ”Saya tidak akan mempersoalkan apakah keppres atau perpu. Apakah satu tahun, dua tahun, atau tiga tahun tidak pernah mempersoalkan, asalkan jangan lima tahun,” ujar HB X.

Untuk penyusunan UU Keistimewaan Yogyakarta, baik Presiden maupun HB X sepakat untuk tidak tergesa-gesa dan akan menempuh semua prosedur, termasuk meminta masukan dari semua pihak. HB X menekankan lagi mengenai ”ijab kabul” 19 Agustus dan 5 September 1945 antara DIY dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena proses yang selama ini terjadi terkait RUU Keistimewaan Yogyakarta, HB X bertanya, ”Ijab kabul itu dihargai atau tidak?”
Mengenai upaya demokratisasi dengan usulan pelaksanaan pemilihan langsung Gubernur dan Wakil Gubernur DIY, HB X mengemukakan, sebelum ada provinsi lain di Indonesia, demokratisasi sudah berjalan di DIY. ”Di Yogyakarta, demokrasi berjalan tidak hanya prosedural, tetapi substansial,” ujarnya.

Soal hasil akhir RUU, HB X menyerahkan kepada proses legislasi di DPR yang akan mendengarkan masukan dan usulan semua pihak.

Tidak akan semua puas

Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Ginandjar Kartasasmita (Jawa Barat) menilai tidak mungkin semua pihak terpuaskan dengan apa pun keputusan yang akan diambil terkait pemerintahan daerah di Yogyakarta, terlebih keputusan tidak berupa undang-undang. Hal tersebut terjadi karena keputusan diambil di tengah keterdesakan waktu menjelang berakhirnya masa jabatan HB X sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta pada 9 Oktober mendatang.

Ginandjar di Jakarta, kemarin siang, menyebutkan, posisi dilematis seperti saat ini terjadi karena pemerintah lamban menyelesaikan RUU Keistimewaan Yogyakarta. Pembahasan pun dihinggapi kecurigaan seakan-akan jika masa jabatan diperpanjang dimaksudkan untuk menjegal Sultan agar tidak maju sebagai calon presiden. Di sisi lain, rakyat Yogyakarta ingin Sultan HB X dan Paku Alam dikukuhkan kembali sebagai gubernur-wakil gubernur.
Ginandjar menekankan, DPD tidak bisa disalahkan dalam masalah Yogyakarta. Sejak dua tahun silam, DPD sudah mengingatkan masalah itu dan juga telah merampungkan RUU usul inisiatif. Hanya saja usul DPD itu tidak ditanggapi dengan serius.

Sementara itu, pemuka agama di DI Yogyakarta menyatukan tekad untuk mempertahankan keistimewaan DI Yogyakarta. Mereka juga menyatakan dukungan terhadap kepemimpinan Sultan HB X sebagai Gubernur dan Paku Alam IX sebagai Wakil Gubernur DIY. Selama ini dwitunggal kepemimpinan tersebut dinilai mampu menciptakan suasana kerukunan antarumat beragama serta menjamin keberagaman.

Pemuka agama Islam, Ali As’ad, mengatakan, pernyataan sikap pemimpin agama muncul dari keprihatinan terhadap semakin tidak menentunya situasi di Yogyakarta. ”Kami berupaya mengantisipasi konflik antarumat beragama. Selanjutnya, pernyataan sikap ini akan dikonsolidasikan ke setiap umat beragama,” ujar Ali mewakili para pemuka agama lain saat menggelar jumpa pers di Yogyakarta, kemarin.

Pernyataan sikap yang merupakan aksi spontan itu ditandatangani pemuka dari agama Islam, Hindu, Buddha, Kristen, Katolik, dan Konghucu. Dalam pernyataan sikapnya, pemuka agama mensyukuri keistimewaan Yogyakarta sebagai anugerah dari Tuhan. Sikap Sultan dinilai sudah menunjukkan kepemimpinan yang mengedepankan pluralisme, mengayomi, dan menjadi panutan masyarakat. (WKM/dik/INU)

Indonesia Tidak layak Bayar 39 Kapal Perang Bekas

Rabu, 08/10/2008 03:15 WIB
Indonesia Tidak layak Bayar 39 Kapal Perang Bekas ke Jerman
Aprizal Rahmatullah - detikNews

-->Jakarta - Utang Indonesia kepada Jerman dalam pembelian 39 kapal perang bekas dikategorikan sebagai illegitimate debt (utang tidak sah). Hasil kajian International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) menunjukan bahwa utang tersebut tidak layak dibayar. Jika terlanjur membayar, Jerman harus mengembalikan uang tersebut.Demikian pernyataan sikap yang disampaikan Direktur Eksekutif INFID Donatus Kladius Marut dalam rilis yang diterima detikcom, Selasa (7/10/2008).Penelitian INFID mendapat dukungan dari kajian perspektif hukum internasional dan nasional (Jerman) dari Profesor August Reinisch, pakar hukum dari universitas Vienna, Austria. Kajian INFID juga yang didukung jaringan anti-uang global antara lain AFRODAD."Berdasarkan telaah konvensi-konvensi dan hukum Internasional lainnya serta hukum nasional Jerman, Profesor Reinisch menyimpulkan, bahwa Jerman tidak berhak untuk mengklaim pembayaran utang atas ke-39 kapal perang eks Jerman timur tersebut," ujar Donatus "Dengan kata lain Indonesia pun tidak wajib membayar utang atas kapal-kapal tersebut." tegasnya.Utang tersebut menurut Profesor Reinisch, bisa dipandang sebagai 'odious' (haram) dalam pengertian klasik dari doktrin tentang 'odious debt', dan juga bisa dikatakan illegitimate dari segi prinsip-prinsip umum hukum pada tingkat yang paling tinggi.Oleh karenanya INFID mendesak agar Departemen keuangan membuka kembali semua dokumen yang berkaitan dengan utang pembelian 39 kapal perang eks-Jerman Timur tersebut"Gunakan jalur kerja sama parlemen di tingkat Asia dan Pasifik, maupun di tingkat Internasional untuk melakukan lobby penghapusan utang," kata Donatus.Dalam Terms of Reference seminar dengan tema Illegitimate Debt (Utang yang tidak sah) pada tanggal 7 Oktober 2008 kemarin di Washington DC, disebutkan utang Indonesia ke Jerman untuk pembelian 39 kapal perang eks Jerman Timur sebagai contoh kasus illegitimate Debt.Utang ini bermula ketika Indonesia dan Jerman menyepakati pembelian 39 kapal perang bekas Jerman Timur jenis Korvet dan Frosh penyapu ranjau 10 Desember 1996, termasuk biaya perbaikan dan pengiriman ke Indonesia.(ape/mok) -->